Minggu, 14 Agustus 2011

"Rumah Tangga" Istilah Keluarga di Indonesia

Istilah Rumah Tangga dalam penamaan Keluarga di Indonesia merupakan hal yang sudah sering diungkapkan, namun sejak kapan keluarga disebut sebagai rumah tangga masih perlu diperdebatkan. Rumah tangga dalam pemahaman sebagai kata benda berarti segala sesuatu yang terkait dengan peralatan keluarga (housewifer/ household) seperti piring, gelas, dll. Rumah tangga dalam pemahaman sebagai kata kerja adalah mereka yang menjalin hidup berkeluarga.
Istilah ini memadukan 2 kata yang berbeda makna namun bila digabungkan akan memiliki makna yang lain, dalam tatabahasa disebut sebagai "Polisemi".

Kamis, 04 Agustus 2011

"Local Wisdom" Sasi Lompa Negeri Haruku, Bagaimana Keberlanjutannya ??


I.      Pengertian Sasi Dan Cakupan Masalahnya 
A.   Tradisi Pengelolaan “ Sasi ” di Pulau Haruku
       Pulau Haruku adalah salah satu pulau kecil  yang berada pada gugusan Pulau - pulau Lease (Ambon, Haruku, Saparua, Nusalaut, Pombo dan Molana), yang  terletak di sebelah Timur Kota / Pulau Ambon .   Sebagaimana desa - desa lain di Maluku, maka demikian juga halnya di negeri - negeri (desa) di pulau Haruku, hukum adat sasi sudah ada sejak dahulu kala. Belum ditemukan data dan informasi autentik tentang sejak kapan sasi diberlakukan di desa ini. Tetapi, dari legenda atau cerita rakyat setempat, diperkirakan  pada tahun 1600-an, sasi sudah mulai dibudayakan di pulau  Haruku. Pada zaman itu kepercayaan masyarakat masih dipengaruhi oleh kehidupan dengan alam sekitarnya (Animisme dan Dinamisme), hal ini menyebabkan secara turun temurun hubungan dengan alam selalu diwarnai dengan upacara atau ritual seperti Sasi.
Sasi dapat diartikan sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian   demi menjaga  mutu dan populasi sumberdaya hayati (hewani maupun nabati) alam tersebut. Karena peraturan-peraturan dalam pelaksanaan larangan ini juga menyangkut pengaturan hubungan manusia dengan alam dan antar manusia dalam wilayah yang dikenakan larangan tersebut, maka sasi, pada hakekatnya adalah norma hukum adat yang berlaku di pulau Haruku, juga merupakan suatu upaya untuk memelihara tata-krama hidup bermasyarakat, termasuk upaya ke arah pemerataan pembagian atau pendapatan dari hasil sumberdaya alam sekitar kepada seluruh warga / penduduk setempat.
B.   Dasar Hukum dan Kelembagaan Pengelolaan “Sasi”
Sasi  memiliki  peraturan - peraturan yang ditetapkan dalam suatu keputusan kerapatan Dewan Adat yang disebut  “Saniri”. Di pulau Haruku Dewan Adat disebut nama dengan  Saniri'a Lo'osi Aman Haru-ukui, atau "Saniri Lengkap Negeri Haruku". Keputusan  kerapatan Dewan adat inilah yang dilimpahkan kewenangan pelaksanaannya kepada lembaga Kewang. Kewang adalah “Lembaga Adat dibawah Dewan Adat/Saniri yang ditunjuk untuk melaksanakan pengawasan  pelaksanaan peraturan – peraturan Sasi.            
Lembaga Kewang di pulau Haruku Haruku dibentuk sejak Sasi ada dan diberlakukan di desa.
Struktur kepengurusan Lembaga Kewang adalah sebagai berikut:
1.    Seorang Kepala Kewang Darat
2.    Seorang Kepala Kewang Laut
3.    Seorang Pembantu (Sekel) Kepala Kewang Darat;
4.    Seorang Pembantu (Sekel) Kepala Kewang Laut;
5.    Seorang Sekretaris
6.    Seorang Bendahara
7.    Beberapa orang Anggota Kewang (Darat dan Laut).

Adapun para anggota Kewang dipilih dari setiap soa (marga) yang ada di Haruku. Sedangkan Kepala Kewang Darat maupun Laut, diangkat menurut warisan atau garis keturunan dari datuk - datuk pemula pemangku jabatan tersebut sejak awal mulanya dahulu. Demikian pula halnya dengan para pembantu Kepala Kewang. Sebagai pengawas pelaksanaan sasi, Kewang berkewajiban :
a. Mengamankan Pelaksanaan semua peraturan sasi yang telah diputuskan oleh musyawarah Saniri Besar ;
b. Melaksanakan pemberian sanksi atau hukuman kepada warga yang melanggarnya ;
c.  Menentukan dan memeriksa batas-batas tanah, hutan, kali, laut yang termasuk dalam wilayah sasi;
d.  Memasang atau memancangkan tanda-tanda sasi; serta;
e. Menyelenggarakan Pertemuan atau rapat-rapat yang berkaitan dengan pelaksanaan sasi tersebut.

II.  Model Pengelolaan
      Model Pengelolaan Sumberdaya Pantai seperti telah dikemukakan sebelumnya adalah Berbasis pada Masyarakat (Community Based Resourced Management) dimana penyelenggaraan kegiatan pengelolaan dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah dan stakeholder lainnya hanya mendukung. Untuk mengetahui bagaimana Model Pengelolaan di Pulau Haruku dapat dijelaskan sebagai berikut :
A. Jenis  dan Peraturan Sasi di Pulau Haruku
1.    Jenis – jenis Pengelolaan Sasi
Di negeri - negeri  pulau Haruku, dikenal empat jenis pengelolaan  sasi, yaitu:
a.    Sasi Laut   ;  yang  menjadi  kewenangan Kewang Laut
b.    Sasi Kali    ;  yang  menjadi  kewenangan  adalah  Kewang Laut dan Kewang  
                      Darat.
c.    Sasi Hutan ; yang menjadi kewenangan Kewang Darat  (khusus Hutan 
                      Mangrove menjadi tanggung jawab Kewang Darat / Laut
d.    Sasi dalam Negeri (Desa) ; menjadi kewenangan Kewang Darat

Selasa, 02 Agustus 2011

"Nelayan", Mengapa Dipilih Menjadi Rasul ?

     
      “ Ia melihat dua orang bersaudara yaitu Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya, mereka sedang menebarkan jala di danau sebab mereka Penjala Ikan. YESUS berkata kepada Mereka : “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan Penjala Manusia ” (Matius 4 : 18 & 19) ”. Murid-murid pertama Tuhan Yesus adalah Penjala Ikan atau Nelayan, mereka dipanggil dari kesibukan mereka di tepi danau Galilea sebagai sumberdaya alam mereka. Timbul pertanyaan bagi kita mengapa Tuhan Yesus memanggil Murid-murid (Petrus, Andreas, Yohanes, Yakobus, Filipus, Bartolemeus, dan Tomas) yang setiap hari bekerja sebagai Nelayan.
          
       Pemahaman Keilmuan  
      Satria (2004) dalam buku Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir menyatakan bahwa ada perbedaan pola pendekatan kepada Masyarakat Nelayan dengan Masyarakat Agraris/Petani. Masyarakat Petani pola pendekatannya lebih kearah Human Resources Approach, sedangkan pendekatan kepada Nelayan lebih terarah pada Sumberdaya Alam (Natural Resources/Ikan). Dengan sumberdaya alam yang berbeda demikian maka tentunya akan menempa/membentuk sumberdaya manusia (Nelayan) menjadi sosok yang berbeda dengan pekerjaan pekerjaan lain yang digeluti. Adapun karakteristik dari Sumberdaya Perikanan dan Kelautan adalah sebagai berikut :
·         Memiliki Ketidakpastian dan Resiko yang tinggi (High Risk and Uncertainty) karena sumberdaya berada di laut yang sangat dipengaruhi oleh Iklim dan Cuaca yang bersifat musiman. Ada ombak besar, arus vertikal dan horizontal maupun sumberdaya ikan yang besar dan buas.
·         Sumberdaya Laut itu bersifat terbuka (Open Acces Resources) dan menjadi milik umum (Common Properties Resources). Meskipun sekarang ini laut sudah dipetakan sesuai regulasi Otonomisasi Daerah (Otda) namun tetap tidak dimiliki oleh pribadi bila dibandingkan di sector pertanian dimana petani memiliki lahan sawah atau lading garapan yang bersifat Personal Properties. Hal ini menyebabkan setiap orang  bebas melakukan pekerjaan penangkapan ikan sebagai nelayan.
·         Sumberdaya ikan itu Liar dan Berpindah-pindah (Wild and Migration Fish) sehingga tidak mudah untuk ditangkap. Karena itu sekarang telah dibuat berbagai alat tangkap yang canggih dan alat bantu penangkapan yang memudahkan Nelayan melakukan penangkapan. Karakatersitik ini sebenarnya dapat ditelusuri karena pola migrasi ikan ada yang bersifat rutin dan berulang-ulang, misalnya ikan Lompa di Haruku dan Ikan Salmon di USA untuk bertelur (Spawning Migration), serta Ikan Tuna (Thunnus spp) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang bermigrasi di Laut Banda untuk mencari makan (Feeding Migration), dll.
·         Sumberdaya ikan ditangkap dalam jumlah yang besar dengan ukuran yang berbeda-beda dan diletakan dalam wadah yang tidak besar dan bertumpuk, hal ini dikenal dengan istilah “ Bulky ”. Hal ini menyebabkan Produk Ikan menjadi sangat mudah rusak dan membusuk (Perishable food) sehingga perlu ada perlakuan penanganan yang lebih khusus seperti Pembekuan, Penggaraman, Pengesan dan lain-lain.


            Pendalaman Keimanan
Panggilan Yesus kepada para murid yang pertama sangat jelas. Mereka dipanggil dan ditetapkan menjadi rasul ("apostle" berasal dari kata "apostello" yang berarti utusan). Mereka dipanggil dengan tiga tujuan (Markus 3:14), yaitu:
  1. Untuk menyertai Yesus.
Belajar dari hidup dan pengajaran-Nya sehingga mengerti hati-Nya, kasih-Nya untuk dunia ini, dan strategi-Nya dalam pelayanan. Menyertai Dia untuk mengenal kehendak-Nya, mengetahui apa yang menjadi kehendak-Nya untuk dilakukan, dan mana yang bukan kehendak-Nya untuk tidak kita lakukan. Ini tujuan pertama Yesus memanggil murid-murid-Nya, bukan untuk pelayanan terlebih dahulu. Karena di hadapan Tuhan, yang penting adalah "siapa kita" dan bukan "apa yang kita kerjakan".
  1. Untuk memberitakan Injil.
Setelah kita mengenal Dia, mengenal kehendak-Nya, dan siap menaati kehendak-Nya, barulah tugas itu diberikan kepada kita.
  1. Diperlengkapi-Nya dengan kuasa untuk kebutuhan pelayanan itu.
Kedua belas orang yang dipanggil ini adalah orang-orang yang sederhana dan biasa. Puji Tuhan! Ia memanggil orang-orang sederhana dan biasa seperti kita. Tuhan bisa bekerja melalui orang sederhana dan biasa untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang luar biasa dengan cara dan metode yang tidak kaku pula. Kita hanyalah alat-Nya, saluran berkat-Nya.
      Seperti telah dikemukakan kedua belas murid  adalah orang-orang sederhana dan biasa, paling tidak tujuh dari antara mereka adalah nelayan. Mengapa bukan pedagang, petani, juru bangunan atau  tukang kayu ? Mengapa sebagian besar dari mereka bekerja sebagai nelayan ? Tentu kita tidak tahu dengan pasti rencana Allah di balik semua itu. Akan tetapi, kita bisa belajar dari ciri-ciri latar belakang pekerjaan mereka. Umumnya pembentukan karakter dan rohani dalam satu tim tergantung dari karakter sebagian besar anggota tim yang ada, karena pergaulan menjadi salah satu faktor penentu dalam pembentukan karakter kita.
      Konsep "God uses ordinary people" (Allah memakai orang sederhana dan biasa) sering disalahartikan oleh beberapa orang Kristen dalam pekerjaan Tuhan. Sebagaimana juga keselamatan yang diberikan dengan cuma-cuma (Roma 6:23), sering orang Kristen menganggap bahwa keselamatan itu adalah anugerah murahan (cheap grace). Sebenarnya, karena begitu mahalnya keselamatan itu sehingga tidak ada seorang pun yang bisa membayarnya kecuali darah Yesus Kristus, wujud pengorbanan-Nya di kayu salib, maka keselamatan itu diberikan cuma-cuma kepada kita. Walaupun Tuhan memilih orang-orang sederhana dan biasa, Tuhan tidak sembarangan memilih orang atau asal comot dari pinggir jalan.
Menarik sekali kalau kita memperhatikan karakteristik nelayan. Nelayan di berbagai tempat di dunia ini, secara umum, memiliki karakteristik - karakteristik dasar yang juga diperlukan oleh seorang "Penjala Manusia". Karakteristik tersebut antara lain :
1.     Nelayan, hidup dalam kesederhanaan.
Seorang pemenang jiwa yang pergi ke "medan pertempuran" tidak bisa membawa barang-barang yang tidak diperlukan dalam "peperangan". Nelayan adalah orang yang biasa hidup sederhana akan terbiasa menghadapi penderitaan dan masa-masa krisis . Mereka hanya membawa alat tangkap berupa jala/jarring, kail dan umpannya yang seperlunya sehingga tidak mengganggu mereka melaksanakan proses penangkapan. Dalam peperangan rohani, yang kita perlukan adalah bekal-bekal rohani dan jasmani seperlunya. Sering kali, apa yang kita punyai bukannya menjadi bekal, tetapi menjadi beban yang membuat kita mudah terkalahkan.  Lukas 9 : 3 “Kata-Nya kepada mereka :’Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju”.
2.     Nelayan Memiliki Target Tangkapan yang Jelas
Nelayan dalam bekerja selalu berpikir bagaimana caranya mendapat ikan. Sebelum bekerja yang terpikirkan bagaimana caranya untuk menangkap ikan yang banyak. Seorang murid Kristus yang tulen selalu memiliki target yang menjadi fokus yaitu jiwa-jiwa terhilang untuk diselamatkan". Seumpamanya ikan maka masih banyak manusia yang “Liar dan Berpindah-pindah” terkadang menjauh dari Tuhan dan terkadang kembali mendekat kepada Tuhan. Orang orang seperti ini yang perlu di”tangkap” masuk ke dalam “Jaring-nya Tuhan”.
3.     Nelayan, Sosok yang Rajin
Pada waktu dipanggil, Simon dan Andreas sedang bekerja menebarkan jala di danau (Matius 4:19). Yakobus dan Yohanes juga sedang membereskan jalanya bersama ayah mereka, Zebedeus (Matius 4:21). Untuk mendapatkan hasil kerja yang memuaskan, Tuhan selalu memakai orang-orang yang rajin bekerja keras, berinisiatif, dan kreatif dalam pekerjaan-Nya. Tuhan tidak akan memakai orang yang malas. Tidak ada tempat bagi orang malas dalam kerajaan-Nya, karena orang malas memunyai banyak alasan dan melakukan hal-hal yang bukannya membangun, melainkan meresahkan banyak orang. "Si pemalas berkata: `Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan.`" (Amsal 22:13) Karena itu, "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak." (Amsal 6:6) Dunia mulai letih mendengar khotbah, mereka menantikan bukti nyata dari kasih dengan tindakan kita, tangan yang sedia kotor dan keringat yang dicurahkan, bahkan air mata dan darah dalam kerja keras di ladang-Nya. Bagi orang yang rajin bekerja di ladang Tuhan, tidak ada waktu untuk mengganggu orang lain, tetapi menjadi berkat bagi orang lain.
4.     Nelayan, Sosok yang Sabar
Memenangkan jiwa harus sabar. Nelayan kadang kala harus menanti berjam-jam di tengah danau atau laut untuk mendapatkan hasil, ada ketidakpastian dalam pekerjaan (uncertainty). Terkadang mereka pulang dengan tidak membawa ikan seekor-pun, tapi besok mereka akan kembali melaut. Sabar adalah buah roh, ciri pertama dan terakhir dari definisi kasih (1 Korintus 13:4,7). Sering kali, pekerjaan kita memerlukan waktu yang lama untuk melihat hasil yang kasat mata. Kesabaran menolong kita dalam menghadapi tantangan dan penderitaan. Apalagi di masa krisis, bahkan ketika krisis moral berakibat   terhadap orang percaya yang lain. "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32)
5.     Nelayan Memiliki Keberanian dalam Tugas Pekerjaan
Dalam gelapnya malam atau di tengah-tengah gelombang laut dan badai, nelayan pergi melaut menghadapi risiko bahaya. Perlu keberanian dalam melakukan tugas-Nya yang terkadang diperhadapkan dengan lingkungan “laut” yang ganas bahkan orang-orang (ikan) yang sulit untuk di ”jala”. Berani mengatakan kebenaran, berani bertindak benar dalam kebenaran-Nya walau ada harga yang harus dibayar. Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya karena menyatakan kebenaran, Tuhan Yesus selalu disalah mengerti dan dibenci orang yang tidak menyukai kebenaran-Nya. Roh Kudus memberikan keberanian kepada kita dan bukan roh ketakutan (2 Timotius 1:7).
  1. Nelayan Tidak Dapat Melihat Ikan, Namun Beriman Menangkap Ikan yang Tidak Kelihatan itu.
Seperti dikemukakan sebelumnya tentang sumberdaya ikan yang liar dan berpindah-pindah (wild and migration fish) namun nelayan meyakini akan dapat menangkapnya. Demikianlah pula dalam Pekabaran Injil  "Orang benar akan hidup oleh iman" (Roma 1:17). Beriman kepada Tuhan berarti mempertaruhkan seluruh kehidupan kita kepada-Nya. Berserah dan percaya total kepada-Nya. Rasa aman dan damai sejahtera akan menyertai jika kita dapat senantiasa mempercayakan hidup dan pelayanan kita kepada-Nya.  Kita akan gelisah dan resah jika kita berusaha untuk mengatur diri sendiri menurut kekuatan kita sendiri. Apalagi dalam masa-masa sulit yang kita tidak mengerti ke mana arah jalan hidup ini. Dia memegang hari esok, Dia tahu apa yang akan terjadi dan akan membawa kita ke sana.
7.     Nelayan Kompak dan Suka Bekerja Sama dalam Pekerjaannya.
Saling membantu dan melayani demi tujuan profesi mendapatkan ikan. Terkadang dalam menangkap ikan ada 3 (tiga) sampai dengan 25 orang tergantung dari alat tangkap yang digunakan dan musim penangkapan. Demikian pula dengan “Penjala Manusia”, harus suka bekerja sama untuk mencapai tujuan akhir yang penting, yaitu jiwa-jiwa yang dimenangkan ke dalam Kerajaan Terang-Nya. Bukannya membangun kerajaan-kerajaan kecil sendiri-sendiri, tapi bersama membangun Kerajaan Allah.
8.     Nelayan,  Sosok yang Mencintai dan Setia kepada Pekerjaannya.
Sekalipun pekerjaan itu berat, tapi tidak ada jam kerja tertentu yang mengikat. Kadang melaut pada malam hari dan terkadang melaut dan bekerja pada siang hari. Dalam situasi yang berat pun dia tetap setia. Itu semua dilakukan karena kecintaan dan kesetiaannya terhadap profesinya. Orang yang hebat mudah ditemui. Orang yang fasih lidah dan kaya mudah ditemui. Tetapi, sulit menemukan orang yang setia, seperti kata Alkitab: "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6)
"Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah Para Rasul 20:24).  
Beberapa karakteristik dari nelayan ini paling tidak adalah gambaran karakter dasar yang diperlukan untuk menjadi utusan dan Pekabar Injil. Di samping itu, tentu Tuhan akan terus memperlengkapinya dengan kuasa dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk bekerja di ladang Tuhan. Tanpa karakteristik-karakteristik seperti digambarkan di atas, pekerjaan misi hanya akan menjadi misi-misian.
Demikian Artikel ini dibuat dan dapat menjadi Kekuatan bagi kita semua sebagai orang-orang yang  Diutus dalam Tugas dan Tanggung Jawab kita. IMANUEL, Allah Senantiasa Menyertai Kita. AMIN.



                                               
                                       +++++++ SEKIAN DAN TERIMA KASIH +++++++

Budidaya Ikan Kerapu dengan Keramba Jaring Apung di Maluku


I.       Deskripsi Ikan Kerapu 
Kerapu merupakan jenis ikan demersal yang suka hidup di perairan karang, di antara celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan. Ikan Kerapu tergolong jenis karnivora yang kurang aktif, relatif mudah dibudidayakan, karena mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Untuk memenuhi permintaan akan ikan kerapu yang terus meningkat, tidak dapat dipenuhi dari hasil penangkapan sehingga usaha budidaya merupakan salah satu peluang usaha yang masih sangat terbuka luas.
Dikenal 3 jenis ikan kerapu, yaitu kerapu tikus, kerapu macan, dan kerapu lumpur yang telah tersedia dan dikuasai teknologinya. Dari ketiga jenis ikan kerapu di atas, untuk pengembangan di Kota Ambon ini disarankan jenis ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Hal ini karena harga per kilogramnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan kedua jenis kerapu lainnya. Di Indonesia, kerapu tikus ini dikenal juga sebagai kerapu bebek atau di dunia perdagangan internsional mendapat julukan sebagai panther fish karena di sekujur tubuhnya dihiasi bintik-bintik kecil bulat berwarna hitam.
             
            II.  Penyebaran dan Habitat Ikan Kerapu
Daerah penyebaran kerapu di mulai dari Afrika Timur sampai Pasifik Barat Daya. Di Indonesia, ikan kerapu banyak ditemukan di perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, Seram dan Ambon. Salah satu indikator adanya ikan kerapu adalah perairan karang. Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga potensi sumberdaya ikan kerapunya sangat besar.
Dalam siklus  hidupnya, pada umumnya kerapu muda  hidup diperairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 – 3 m, selanjutnya menginjak dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7 – 40 m. Telur dan larvanya  bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. Habitat favorit larva dan kerapu tikus muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang lamun.
Parameter-parameter ekologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu :
a. Temperatur antara 24 – 310C,
b. Salinitas antara 30 -33 ppt,
c.  kandungan oksigen terlarut > 3,5 ppm dan
d.  pH antara 7,8 – 8.

Perairan dengan kondisi seperti ini, pada umumnya terdapat di perairan terumbu karang.

      III.  Proses Budidaya Ikan Kerapu
Budidaya ikan kerapu tikus ini, dapat dilakukan dengan menggunakan bak semen atau pun dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA).  Budidaya ikan kerapu dalam Kermba Jaring Apung akan berhasil dengan baik ( tumbuh cepat dan kelangsungan hidup tinggi ) apabila pemilihan jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran benih yang ditebar dan kepadatan tebaran sesuai.

Pemilihan Benih
Kriteria benih kerapu yang baik, adalah : ukurannya seragam, bebas penyakit, gerakan berenang tenang serta tidak membuat gerakan yang tidak beraturan atau gelisah tetapi akan bergerak aktif bila ditangkap, respon terhadap pakan baik, warna sisik cerah, mata terang, sisik dan sirip lengkap serta tidak cacat tubuh.

1. Penebaran Benih
Proses penebaran benih sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup benih. Sebelum ditebarkan, perlu diadaptasikan terlebih dahulu pada kondisi lingkungan budidaya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam adaptasi ini, adalah :
(a) waktu penebaran (sebaikanya pagi atau sore hari, atau saat cuaca teduh),
(b) sifat kanibalisme yang cenderung meningkat pada kepadatan yang tinggi, dan
(c) aklimatisasi, terutama suhu dan salinitas.

2. Pendederan
Benih ikan kerapu ukuran panjang 4 – 5 cm dari hasil tangkapan maupun dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring nylon berukuran 1,5 x 3 x 3 meter dengan kepadatan ± 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan grading (pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya kepadatannya menjadi hanya  250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 – 25 cm atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jaring besar ukuran 3 x3 x 3 meter dengan kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam keramba pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi (500 gram).

           3. Pakan dan Pemberiannya
Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar dalam budidaya ikan kerapu dalam KJA. Oleh karena itu, pemilihan jenis pakan harus benar-benar tepat dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harganya.  Pemberian pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin, sehingga setiap ikan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pakan. Pada tahap pendederan, pakan diberikan secara ad libitum (sampai kenyang). Sedangkan untuk pembesaran adalah 8 -10 % dari total berat badan per hari. Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan sore hari. Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah (potongan ikan) dari jenis ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru ditebar dapat diberi pakan pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan dapat diberikan 100 gram pelet per hari. Setelah ± 3-4 hari, pelet dapat dicampur dengan ikan rucah.

4. Hama dan Penyakit
Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA adalah ikan buntal, burung, dan penyu. Sedang, jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah :
(a) penyakit akibat serangan parasit, seperti : parasit crustacea dan flatworm,
(b) penyakit akibat protozoa, seperti : cryptocariniasis dan broollynelliasis,
(c) penyakit akibat jamur (fungi), seperti : saprolegniasis dan ichthyosporidosis,
(d) penyakit akibat serangan bakteri,
(e) penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus).

       IV. Panen dan Penanganan Pasca Panen
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas ikan kerapu yang dibudidayakan dengan KJA, antara lain : penentuan waktu panen, peralatan panen, teknik pemanenan, serta penanganan pasca panen. Waktu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 – 1000 gram dan merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen karena ketika waktu itu cuaca tidak terlalu panas. Peralatan yang digunakan pada saat panen, berupa: scoop, kerancang, timbangan, alat tulis, perahu, bak pengangkut dan alat aerasi.
Teknik pemanenan yang dilakukan pada usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA dengan metoda panen selektif dan panen total. Panen selektif adalah pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai ukuran tertentu sesuai keinginan pasar terutama pada saat harga tinggi. Sedang panen total adalah pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila permintaan pasar sangat besar atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi kriteria jual.
Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan sampai di tempat tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak 1/2 sampai dengan 2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan selama perjalanan yaitu 19 – 21 0C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi dengan kepadatan ikan kurang lebih  50 kg/wadah. Cara pengangkutan yang umum digunakan adalah dengan pengangkutan tertutup dan umumnya untuk pengangkutan dengan pesawat udara. Untuk itu, 1 kemasan untuk 1 ekor ikan dengan berat rata-rata 500 gam.
      
        V. Konstruksi Keramba Jaring Apung
        a. Pembuatan Rakit Keramba
        1. Rakit
Rakit dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang dilapisi anti karat. Ukuran bingkai rakit biasanya 6 x 6 m atau 8 x 8 m.
        2. Pelampung
Untuk mengapungkan satu unit rakit, diperlukan pelampung yang berasal dari bahan drum bekas atau drum plastik bervolume 200 liter, styreofoam dan drum fiberglass. Kebutuhan pelampung untuk satu unit rakit ukuran 6 x 6 meter yang dibagi 4 bagian diperlukan 8 - 9 buah pelampung dan 12 buah pelampung untuk rakit berukuran 8 x 8 meter.
        3. Pengikat
Bahan pengikat rakit bambu dapat digunakan kawat berdiameter 4-5 mm atau tali plastik polyetheline. Rakit yang terbuat dari kayu dan besi, pengikatannya menggunakan baut. Untuk mengikat pelampung ke bingkai rakit digunakan tali PE berdiameter 4-6 mm.
        4. Jangkar
Untuk menahan rakit agar tidak terbawa arus air, digunakan jangkar yang terbuat dari besi atau semen blok. Berat dan bentuk jangkar disesuaikan dengan kondisi perairan setempat. Kebutuhan jangkar per unit keramba minimal 4 buah dengan berat 25 - 50 kg yang peletakannya dibuat sedemikian rupa sehingga rakit tetap pada posisinya. Tali jangkar yang digunakan adalah tali plastic / Polyetylene berdiameter 0,5 – 1,0 inchi dengan panjang minimal 2 kali kedalaman perairan.

        b. Pembuatan Jaring
        1. Jaring
Kantong jaring yang dipergunakan dalam usaha budidaya ikan kerapu, sebaiknya terdiri dari dua bagian, yaitu :
(a)  Kantong jaring luar yang berfungsi sebagai pelindung ikan dari serangan ikan-ikan buas dan hewan air lainnya. Ukuran kantong dan lebar mata jaring untuk kantong jaring luar lebih besar dari kantong jaring dalam;
(b)  Kantong jaring dalam, yang dipergunakan sebagai tempat memelihara ikan. Ukurannya 
bervariasi dengan pertimbangan banyaknya ikan yang dipelihara dan kemudahan dalam penanganan dan perawatannya.
       2. Pemberat
Pemberat berfungsi untuk menahan arus dan menjaga jaring agar tetap simetris. Pemberat yang terbuat dari batu, timah atau beton dengan berat 2 – 5 kg per buah, dipasang pada tiap-tiap sudut keramba/ jaring.

       VI. Analisis Pasar Ikan Kerapu
Potensi dan peluang pasar hasil laut dan ikan cukup baik. Pada tahun 2004, impor dunia hasil perikanan sekitar 52,492 juta ton. Indonesia termasuk peringkat ke-9 untuk ekspor ikan dunia. Permintaan ikan pada tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 105 juta ton. Di samping itu, peluang dan potensi pasar dalam negeri juga masih baik. Total konsumsi ikan dalam negeri tahun 2004 sekitar 46 juta ton dengan konsumsi rata-rata 21.71 kg/kepala/tahun. Dengan elastisitas harga 1.06 berarti permintaan akan ikan tidak akan banyak berubah dengan adanya perubahan harga ikan.  
Negara yang menjadi tujuan ekspor ikan kerapu adalah Hongkong, Taiwan, Cina, dan Jepang. Harga ikan kerapu di tingkat pembudidaya untuk tujuan ekspor telah mencapai US$33 per kilogramnya. Ikan kerapu yang  ukuran kecil (4-5 cm) sebagai ikan hias laku dijual dengan harga Rp.7.000/ekor sedang untuk ikan konsumsi dengan ukuran 400-600 gram/ekor laku dijual dengan harga Rp.70.000/kg untuk kerapu macan dan Rp.300.000/kg untuk kerapu bebek atau kerapu tikus (harga tahun 2004). Dalam analisis ini, tingkat harga jual digunakan harga pasaran saat ini yaitu sebesar Rp.317,000,- per kilogram untuk jenis ikan kerapu tikus. Dengan tingginya permintaan dan harga jual ikan kerapu, maka usaha budidaya ikan kerapu ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan devisa negara melalui hasil ekspor.

Minggu, 31 Juli 2011

Mengapa Perlu Kebijakan Kelautan (Ocean Policy) di Indonesia ??

            Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diakui oleh United Nation Convention on the Law of The Sea (UNCLOS)  1982 sebagai Negara Kepulauan (Archipelago State). Pengakuan dunia internasional sejak lama ini ternyata belum diejawantahkan dalam upaya menjaga NKRI dengan tindakan-tindakan nyata. Pola pikir pemimpin-pemimpin bangsa yang berorientasi daratan membuat Lautan menjadi terabaikan sampai sekarang. Jargon-jargon “Nenek Moyangku Orang Pelaut” atau “Jalesveva Jayamahe” (Dilaut Kita Jaya) sekarang ini hanya mitos saja terkalahkan dengan Negara lain sekecil Singapura misalnya.  Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah laut-nya lebih besar dari wilayah daratannya dan itu adalah fakta yang tidak bisa disangkal. Kalau Indonesia terpecah menjadi banyak negara-negara kecil maka status negara kepulauan terbesar di dunia itu pun bisa saja menjadi gugur. Jika itu terjadi, wilayah laut di dalam kepulauan Nusantara pun akan terkapling-kapling menjadi wilayah laut negara-negara baru. Contoh konkret adalah terpisah nya Provinsi Timor Timur menjadi Negara sendiri (Timor Leste) yang tentu menyebabkan perubahan luas dan panjang garis pantai NKRI. Contoh lain yang sama adalah Kasus Sipadan dan Ligitan di Provinsi Kalimantan Timur yang telah menjadi milik Negara Malaysia.  
Sehingga timbul pertanyaan besar, “ Apakah sebagai Negara Kepulauan terbesar maka  Indonesia otomatis menjadi negara maritime terbesar ?? Apakah kalau kita bicara ikan kita di laut banyak sekali dicuri oleh nelayan asing ilegal dan pulau – pulau kita diambil serta Provinsi terbungsu kita berdiri sendiri, kita bisa menganggap  sebagai negara maritim yang mampu menguasai wilayah laut kita sendiri ?

Dengan jumlah pulau 17.480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai terpanjang ke-4 di dunia setelah Canada, USA dan Rusia serta luas laut sebesar 5,8 juta km2 dan daratan yang hanya sebesar 2,1 juta km2.  Hal ini tentunya menyebabkan wilayah NKRI memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Potensi pada wilayah pesisir dan lautan secara garis besar terdiri dari tiga kelompok: 1) Sumberdaya dapat pulih (renewable resources), 2) Sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources), dan 3) Jasa-jasa lingkungan (environmental services).
Uraian di atas jelas memberikan gambaran bahwa sumberdaya perikanan dan kelautan merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, serta memiliki peluang bagi pengembangan pembangunan ekonomi nasional. Sumberdaya alam laut yang beranekaragam merupakan kekayaan yang harus di jaga dan dimanfaatkan secara rasional dengan prinsip pelestarian untuk pemanfaatannya. Kebijakan pengelolaan negara terhadap bidang kelautan sebelumnya hanya berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya laut sebesar-besarnya bagi tujuan pencapaian keuntungan (Rent Seeker) baik secara individu maupun kelompok, tanpa memperhatikan daya dukung maupun aspek kelestarian sumberdaya tersebut. Padahal sebetulnya pada beberapa daerah di negara ini telah memiliki sistem pengelolaan tradisional terhadap beberapa sumberdaya penting. Akan tetapi sistem inipun sering terkontaminasi dengan tujuan individual untuk mencapai keuntungan daerah (pendapatan desa) semata yang diistilahkan, sehingga beberapa persyaratan penting menyangkut ukuran standar untuk dipanen sering kali tidak dihiraukan/terabaikan. Oleh karena itu kebijakan pengelolaan negara terhadap sumberdaya kelautan, hendaknya selalu berhubungan dengan budaya masyarakat setempat (aspirasi, persepsi, partisipasi, perilaku, pengalaman masyarakat setempat dan lain-lain), sehingga tujuan pengelolaan sumberdaya yang lestari dan berkelanjutan dapat tercapai. Selain itu ada Beberapa faktor yang menyebabkan pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan selama ini bersifat tidak optimal dan berkelanjutan. Salah satu Penyebab Utama adalah Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan pembangunan sumberdaya pesisir dan kelautan  yang selama ini dijalankan secara sektoral dan terpilah-pilah sehingga banyak sekali terjadi Ego Sektoral  yang tidak menguntungkan. Padahal karakteristik dan dinamika alamiah ekosistem pesisir dan lautan yang secara ekologis memiliki keterkaitan satu dan sama lainnya termasuk ekosistem lahan atas, serta beraneka ragam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan sebagai potensi pembangunan yang pada umumnya terdapat dalam satu hamparan ekosistem pesisir. Pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan dengan melalui pendekatan terpadu dan holistik. Apabila perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan tidak dilakukan secara terpadu, dikhawatirkan sumberdaya tersebut akan rusak dan punah, sehingga tidak dapan dimanfaatkan untuk menopang kesinambungan pembangunan nasional dalam mewujudkan bangsa yang maju adil dan makmur.
Berdasarkan tinjuan sejarah dari berbagai kerajaan di Nusantara pada masa lalu, Indonesia sebenarnya adalah negara yang berwatak maritim. Namun demikian, watak kemaritiman tersebut saat ini sudah tidak lagi eksis, beberapa kalangan berkesimpulan agar dapat menjadi bangsa yang kuat dan disegani dimata internasional maka bangsa Indonesia harus kembali berwawasan maritim. Masalahnya dalam proses berbangsa dan bernegara  TIDAK terlihat adanya Arah Kebijakan dan Implementasi Kebijakan yang menopang Wawasan Kemaritiman, karena itu perlu adanya Kebijakan Kelautan (Ocean Policy) yang menjadi Pedoman bagi Sektor – sektor terkait dengan Kelautan dalam pelaksanaan program pembangunannya.  
Beberapa Masalah aktual yang merugikan Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dikemukakan sehingga harapan adanya “Ocean Policy” dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat terwujud :
1.      Masalah Pandangan Birokrasi Pemerintahan terutama dalam pengalokasian Anggaran. Pada setiap Kementerian dan pada Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia. Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang dipersoalkan 8 (delapan) Provinsi Kepulauan yang tidak mengakomodasikan Luas Lautan sehingga alokasi dana tersebut dianggap diskriminasi oleh mereka
2.      Konflik pulau Sipadan dan Ligitan yang telah menjadi milik Malaysia, telah dikemukakan sebelumnya karena perhatian pemerintah yang lemah terhadap pulau – pulau terdepan.
3.      Masalah  konflik Blok Ambalat di Provinsi Kalimantan Timur  dengan  Malaysia, karena pelanggaran territorial laut Indonesia Malaysia. Hal ini juga karena Malaysia masih belum meratifikasi UNCLOS.
4.      Toponim pulau – pulau di Indonesia yang masih bermasalah terutama untuk dapat diakui oleh UNGEGN (United Nation Groups of Experts on Geographical Names) setiap 5 tahun sekali dengan memiliki Gazetir yang dibuat oleh BRKP. Pada tahun 2012 akan dilaksanakan Konferensi X United Nation Conference on the Standarization of Geographical Names (UNCSGN) di New York, perlu disiapkan untuk dilaporkan. Akhir Agustus 2007, NKRI telah mendepositkan 4.981 nama pulau ke PBB pada "The 9th UNCSGN" di New York, AS.  Masih banyak pulau yang belum memiliki nama, ada beberapa pulau yang namanya sama diantara provinsi di Indonesia maupun dengan Negara Tetangga terutama Malaysia.
5.      Masalah  pulau Nipah akibat reklamasi di Negara Singapura dan ekspor pasir ke Singapura serta masalah - masalah pembangunan  20  pulau - pulau terdepan lainnya dengan 9 (Sembilan) Negara tetangga yang menjadi titik perhitungan 12 mil laut Indonesia dan 200 mil ZEE Indonesia.
6.      Masalah Pencemaran Laut di beberapa daerah di Indonesia seperti di Teluk Jakarta, Perairan Cirebon dan Indramayu, Perairan disekitar kota Surabaya, Selat Bali, Perairan Bali Timur, Nusa Tengara Timur dan lain-lain.
7.      Masalah Penyewaan Pulau-pulau kecil kepada perusahan swasta yang dikemukakan dengan Istilah “Adopsi Pulau” oleh  Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil (KP3K) Bpk Sudirman Saad.  Program adopsi pulau ini diperun­tu­kan bagi perusahaan atau investor swasta dengan konsep nonprofit.   Saat ini sudah ada perusahaan yang tertarik ikut dalam program adopsi pulau tersebut, yakni Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Dirjen KP3K  juga mengadakan hubungan bilateral dengan Kementerian BUMN untuk program adopsi pulau ini,”
8.      Masalah terbatasnya Sarana dan Prasarana yang menunjang pembangunan Sektor Kelautan, seperti Pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara yang masih sedikit ; Kapal – kapal perang maupun kapal – kapal perikanan yang masih sedikit dengan begitu luasnya Nusantara, dll. Bila dibandingkan dengan Negara lain maka terlihat kita masih sangat tertinggal.
9.      Pengelolaan Kepelabuhanan di Indonesia yang masih lemah dan belum dilaksanakan secara professional. Contoh konkret yang terjadi di Pelabuhan Merak, Provinsi Banten kemacetan selama beberapa bulan yang menyebabkan kerugian 1,7 triliun.  Diluar masalah lemahnya pengelolaan pelabuhan di Indonesia, pasca implementasi Undang-Undang 17/2008 tentang Pelayaran, kini terbuka persaingan dalam memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan. Rencana pembangunan pelabuhan “Hub Port” pun mencuat. Yang menjadi pertanyaan besar, mampukah Pelindo, sebagai operator pelabuhan Indonesia, bersaing dengan pelabuhan di luar negeri yang lebih baik. Wacana membangun International Hub Port atau Hub Transhipment Port di Indonesia telah berkembang cukup lama. Namun tidak banyak yang mengetahui seberapa vital dan strategis pembangunan International Hub Port bagi perkembangan sektor riil di bidang ekonomi dan industri bila konsep tersebut dikembangkan di tanah air. Secara geografis Indonesia sangat diuntungkan dalam sistem perdagangan internasional melalui laut (sea borne traffic) karena menjadi lintasan kapal niaga dari mancanegara. Namun, keuntungan itu tidak dapat dioptimalkan sebagai sebuah peluang karena kebijakan yang keliru. Sudah saatnya Indonesia mempunyai International Hub Port. Di samping untuk mengurangi ketergantungan pada pelabuhan di Singapura dan Malaysia, juga kepentingan negara jauh lebih besar. Yaitu penghematan devisa negara. Misalkan setiap tahun ada sekitar 4,5 juta teus per tahun kontainer Indonesia yang mampir di Singapura atau Malaysia, maka devisa yang bisa dihemat negara sekitar minimal Rp 3,24 triliun sampai dengan Rp 3,64 triliun per tahun (tarif CHC US$ 90/teus). Sungguh angka yang besar.
10.  Masalah dari Hilir sampai dengan Hulu Industri Perikanan dan Kelautan di Indonesia dengan upaya untuk meningkakan Nilai Tambah Industri kita. Misalnya masalah budidaya rumput laut. Dikawasan timur Indonesia luasan budidaya laut cukup besar, namun tidak ada Industri rumput laut di daerah ini sehingga yang dijual hanya bahan mentahnya saja.
11.  Masalah-masalah Isu – Isu Global dan Ratifikasi Perjanjian Internasional yang sudah diakui oleh Indonesia dengan Negara lain. Misalnya : Biodiversity (Keanekaragaman Hayati), Pemanasan global, Ozon depletion, HAM, Woman in development (gender), ISO 9000, ISO 14000, HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point), dll. Juga terkait dengan Penangkapan di Laut Lepas (Ocean) untuk penangkapan Tuna misalnya Indian Ocean Tuna Commision, dll.
12.  Masalah Harta Laut yang terpendam di Laut Indonesia yang belum diperhatikan dan dikelola dengan baik.  Misalnya Harta Karun Cirebon Wreck yang merupakan peninggalan kebudayaan China. Untuk pertama kalinya, pemerintah menyelenggarakan lelang artefak yang bernilai jutaan dolar dengan sistem lot dan ternyata tidak ada pesertanya. Waktu sosialisasi dan penyelenggara yang tidak memadai  dituding sebagai salah satu penyebabnya.
13.  Masalah Kebijakan dalam melayari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang menjadi Jalur Internasional Pelayaran di Indonesia, ternyata masih disalahgunakan oleh Negara-negara lain.
14.  Masalah Kelautan sebenarnya harus diawali dari Kementerian yang mengelolanya yakni Kementerian Kelautan Perikanan (KKP). Kementerian ini jangan hanya terjebak pada persoalan ikan dan nelayan miskin saja (Perikanan). Kalau kita mau membangun negara maritim, seharusnya KKP menjadi leader pembangunan negara bervisi maritim. Dari enam Direktorat Jenderal yang ada di KKP hanya satu Dirjen baru yang mengurusi laut, itupun dengan anggaran yang sangat terbatas,  selebihnya  Ditjen – ditjen KKP  mengurusi Perikanan.
15.  Masalah lain yang turut berpengaruh adalah Integratif Perception diantara penyelenggaraan yaitu 3 (tiga) Pilar Hidup Berdemokrasi : Pertama Eksekutif (yang mengeksekusi kebijakan menjadi tindakan yang nyata berupa Program-program yang mendarat ke masyarakat pesisir. Kedua Legislatif yang bersama Eksekutif membuat Undang-undang yang “seharusnya” Pro kepada Rakyat, karena mereka yang dipilih oleh Rakyat. Dan Ketiga  Yudikatif yang mengeksekusi masalah-masalah Hukum bagi mereka yang melanggar peraturan-peraturan Hukum yang berlaku di NKRI.

Demikianlah penjelasan yang dikemukakan dalam blog ini dan dapat menjadi pertimbangan dalam penyusunan “Ocean Policy”  NKRI, sehingga Benar-Benar Kita dapat menjadi Negara Maritim yang Tangguh dan di Hargai.